ARTIKEL BISNIS KARGOKU
Kawasan Industri Teluk Bintuni merupakan salah satu kawasan perindustrian besar yang memiliki sumber bahan baku untuk industri petrokimia, yaitu gas.
Saat ini pemerintah mendukung penuh alokasi gas dengan harga terjangkau.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Untuk kawasan industri yang satu ini sempat memiliki banyak kendala saat pembangunan dan pengembangannya.
Tentunya ini bisa menghambat selesainya kawasan industri ini menjadi kawasan yang maju. Yuk kita simak penjelasan di bawah ini!
Mengenal Kawasan Industri Teluk Bintuni
Kawasan industri Teluk Bintuni sudah direncanakan menjadi salah satu proyek pembangunan yang strategis nasional di Papua Barat.
Kawasan yang terletak di Desa Onar Baru Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni Papua Barat.
Sebelumnya ada tiga permasalahan yang belum terselesaikan di kawasan industri ini, yaitu alokasi gas, harga gas, pembebasan serta pengolahan lahan, dan penyertaan modal dari negara.
Tentunya ketiganya adalah persoalan vital yang harus segera diselesaikan.
Kawasan industri ini sendiri memiliki lahan seluas 2.344 hektar.
Semuanya dikhususkan untuk pengembangan industri petrokimia dan pupuk.
Selain itu juga sebagai program kawasan industri di bagian timur Indonesia.
Untuk kolaborasi pengembangan kawasan Teluk Bintani ini diserahkan pada Pupuk Indonesia dan Ferrostaal Indonesia.
Salah satu perusahaan yang ingin membangun industri pengolahan gas bumi menjadi metanol, polipropilena, etilena dan polietilena adalah PT Pupuk Indonesia (Persero).
Pupuk Indonesia dan Ferrostaal akan membangun pabrik petrokimia yang memiliki kapasitas methanol sebesar 1,8 juta ton per tahunnya.
Studi Kelayakan Kawasan Industri
Untuk kawasan industri ini perlu adanya studi kelayakan perbankan yang dijalankan, yaitu dari Pupuk Indonesia dan Ferrostaal Indonesia.
Selain itu keduanya juga menentukan komposisi dari pembagian saham antar kedua perusahaan dalam proyek petrokimia.
Proyek tersebut dijalankan di Teluk Bintuni, Papua Barat.
Pupuk Indonesia dan Ferrostaal Indonesia sebelumnya telah menyepakati adanya pembentukan usaha patungan.
Kesepakatan ini mencakup pembangunan komplek petrokimia berbasis gas di wilayah Bintuni.
Dalam pembangunan industri petrokimia di Teluk Bintuni memiliki beberapa alasan, yaitu potensi gas bumi di teluk bintuni yang sudah di identifikasi sebanyak 23,8 triliun standar kaki kubik (TSCF), dan sudah dialokasikan 12,9 TSCF untuk dua train liquefied natural gas (LNG), dan 10,9 TSCF untuk 1 train LNG. Selain itu beberapa cadangan baru ditemukan sebesar 6-8 TSCF.
Potensi gas yang ada, bisa menjadi bahan baku industri anomia yang digunakan untuk mendukung industri urea dan bahan baku industri metanol.
Begitu juga dengan pembangunan industri dalam program hilirisasi merupakan sektor petrokimia yang bisa berdampak pada penyerapan tenaga kerja, peningkatan nilai tambah, dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain itu ada pembicaraan juga untuk mengajak pihak lain dalam usaha patungan tersebut.
Investasi yang disiapkan oleh pihak Ferrostaal sendiri mencapai nilai US$2,8 miliar atau sekitar Rp37,2 triliun.
Setelah studi kelayakan untuk proyek Bintuni dilakukan tahun ini, selanjutnya akan menyusul konstruksi pabrik yang akan dimulai tahun depan.
Salah satu kunci agar para investor mau berinvestasi di industri petrokimia adalah dengan menurunkan harga gas untuk meningkatkan kapasitas industri.
Sebagai contoh perusahaan yang sudah lama berhenti produksi bisa segera beraktivitas lagi serta mengembalikan kualitas industri yang sudah turun tersebut.
Sekitar tahun 2021, gas akan mulai dieksplorasi dan pabrik siap menyerap gas tersebut.
Itulah ulasan singkat mengenai Kawasan Industri Teluk Bintuni. Semoga kawasan ini bisa menjadi kawasan industri yang maju untuk kawasan Indonesia Timur.
Baca Juga: Membuat Barcode dapat dilakukan melalui Android Anda