kargoku.id– PT Adaro Minerals Indonesia Tbk adalah anak perusahaan dari Adaro Energy (ADRO) yang bergerak dibidang usaha pertambangan dan perdagangan batubara metalurgi melalui Perusahaan Anak dan menjalankan kegiatan usaha berupa konsultan manajemen.
Perusahaan ini berdiri pada tahun 2007 dengan nama PT Jasapower Indonesia dan melakukan perubahan nama menjadi PT Adaro Minerals Indonesia Tbk pada tahun 2021 setelah menyelesaikan akuisisi 99% kepemilikan dari pemegang saham lama.
Saat ini perusahaan menjelankan kegiatan bisnis melalui 5 perusahaan anak yang mempunyai 5 konsesi tambang PKP2B yang berlokasi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah dengan total luas 146.579 hektar.
Beberapa keunggulan kompetitif Adaro Minerals adalah:
- Produsen batubara HCC pertama dan satu-satunya di Indonesia
- Biaya penambangan yang rendah dan rantai pasokan yang terintegrasi
- Memiliki sumber daya 980.0 juta ton dan cadangan 170.7 juta ton batubara metalurgi berkualitas tinggi.
Produk batubara metalurgi yang dihasilkan Adaro Minerals:
- Hard Coking Coal (HCC). Batubara yang memiliki nilai pakai (value-in-use) yang tinggi dibandingkan dengan jenis batubara lainnya.
- Semi Hard Coking Coal (SHCC)
- Green Coal
- Semi Soft Coking Coal (SSCC)
- Pulverized Coal Injection
Kinerja Adaro Minerals
Pendapatan ADMR hingga Agustus 2021 naik 176% dari periode yang sama pada tahun 2020 dikarenakan harga jual batubara yang naik signifikan di tahun 2021. Sedangkan dari tahun 2018 hingga 2020 masih mengalami kerugian dan baru mencatatkan laba bersih pada tahun 2021 sebesar US$ 45 juta 9sekitar Rp.642 miliar).
Posisi Keuangan Adaro Minerals
Pada tahun 2021 total asset ADMR mencapai US$ 811 (sekitar Rp.11,5 triliun) tetapi turun dari tahun sebelumnya. Ekuitas ADMR juga turun selama 3 tahun terakhir dimana liabilitas perusahaan juga meningkat selama 3 tahun terakhir.
Prospek Adaro Minerals
Posisi ADMR saat ini merupakan produsen batubara jenis Hard Coking Coal (HCC) pertama dan satu-satunya di Indonesia. HCC merupakan salah satu bahan baku utama dalam produksi besi dan baja untuk bahan bakar blast furnace. Dimana setiap satu ton baja membutuhkan sekitar 770kg HCC.
Kebutuhan HCC diperkirakan masih akan tetap tinggi, apalagi dengan adanya pertumbuhan ekonomi pasca pandemic Covid-19, aktivitas konstruksi, dan urbanisasi akan terus meningkatkan permintaan baja global.